Wewenang, Delegasi Dan Desentralisasi
1.1 Kekuasaan, Wewenang dan Pengaruh
PENGERTIAN KEKUASAAN DAN SUMBER KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan
pengaruh pada orang lain; artinya kemampuan
untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga
berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau
kejadian.
Kekuasaan
tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa
wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi.
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
1. Pertama kekuasaan pribadi, kekuasaan yang
didapat dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar pengikut
mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kedua kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat
dari wewenang formal organisasi.
Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh
(influence) yaitu tindakan atau contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan
sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok.
Kekuasaan tidak begitu saja diperoleh individu,
ada 5 sumber kekuasaan menurut John
Brench dan Bertram Raven, yaitu
:
1. Kekuasaan
menghargai (reward power)
Kekuasaan yang didasarkan pada kemampuan
seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada orang lain yang
dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. (bonus sampai senioritas atau
persahabatan)
2. Kekuasaan
memaksa (coercive power)
Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan orang untuk
menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi perintah atau
persyaratan. (teguran sampai hukuman).
3.
Kekuasaan sah (legitimate power)
Kekuasaan formal yang diperoleh berdasarkan
hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang dipengaruhi bahwa
pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai pada batas tertentu.
4. Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi atau
keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau pengetahuan
khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi. (professional atau
tenaga ahli).
5. Kekuasaan
rujukan (referent power)
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau
kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang menjadi
contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. (karisma, keberanian, simpatik dan
lain-lain).
Bagaimana Menangani Kekuasaan
Pandangan kekuasaan
dengan wajah negatif mengartikan kekuasaan sebagai mempunyai kekuasaan atas
diri orang lain yang kurang beruntung dan menganggap orang sebagai tidak lebih
dari pion untuk digunakan atau dikorbankan kalau ada kebutuhan untuk itu.
Pandangan ini akan menyebabkan kegagalan bagi pengguna kekuasaan, karena orang
yang dijadikan pion cenderung akan menentang wewenang atau menerima dengan
sangat pasif. Apapun yang terjadi nilainya bagi manajer amat terbatas.
Wajah positif kekuasaan
yang paling baik dicirikan dengan perhatian untuk struktur kelompok. Manajer
akan mendorong anggota kelompok untuk mengambangkan kekuatan dan kompetensi
yang diperlukan untuk menjadi sukses sebagai individu dan sebagai anggota dari
organisasi.
Karakteristik
kunci menangani kekuasaan dengan sukses (John P Kotter) :
1. Peka terhadap sumber kekuasaan mereka,
menjaga tindakan tetapi tetap kosisten dengan harapan orang.
2. Mengakui perbedaan biaya, resiko dan
manfaat dari lima kekuasaan dasar, menggunakan dasar kekuasaan manapun yang
sesuai dengan situasi atau orang tertentu.
3. Menghargai bahwa setiap dasar kekuasaan
mempunyai keunggulan, mencoba mengembangkan keterampilan dan kredibilitas
mereka sehingga dapat menggunakan metode apa pun yang paling baik.
4. Mempunyai sasaran karier yang membuat
mereka mengembangkan dan menggunakan kekuasaan, membuat orang merasa tergantung
padanya, dan menggunakan salah satu tipe kekuasaan yang paling mungkin untuk
dipakai.
5. Bertindak secara dewasa dan
mengembangkan kendali diri, menghindari menonjolkan kekuasaan secara angkuh dan
mencoba untuk bertindak tidak kasar bila tidak diperlukan.
6. Memahami bahwa kekuasaan perlu untuk
melaksanakan pekerjaan, merasa senang menggunakan kekuasaan untuk mendorong
keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi.
Kekuasaan
menjadi mudah terlembaga, tetapi bagi mereka yang dipercaya orang lain,
memiliki kekuasaan kelihatannya lebih mudah untuk mempengaruhi orang lain.
Arti Kunci Kekuasaan (Rosabeth Moss Kanter):
- Aktivitas luar biasa, membuat perubahan, menempati suatu posisi
atau berhasil mengambil resiko
yang besar akan mendorong kepemilikan kekuasaan.
2.Visibilitas,
menjadi dikenal atau memperoleh kesempatan
diperkenalkan dengan pemegang kekuasaan
akan mendorong kesuksesan menggunakan kekuasaan yang dimiliki.
3.Relevansi,
memiliki kekuasaan yang berhasil berarti mampu
meyelesaikan masalah organisasi yang
otentik atau akurat.
4.Sponsor,
mempunyai sponsor atau mentor- seseorang memberi
nasehat kepada anda mengenai cara
agar behasil dalam organisasi- dapat menjadi sumber kekuasan informal, terutama
bila sponsor menikmati kekuasaan yang cukup besar
Kekuasaan adalah fakta
penting dari kehidupan organisasi. Manajer tidak hanya harus menerima dan
memahaminya sebagai bagian dari pekerjaan , tetapi harus juga belajar cara
menggunakannya tanpa menyalahgunakannya untuk mencapai sasaran sendiri dan
organisasi.
WEWENANG
Mengapa manajer dapat memerintah karyawan.
Pada situasi yang normal, manajer dapat membuat karyawan mengerjakan apa yang
ia perintahkan. Mengapa manajer dapat mendapatkan hak untuk memerintah.
Ada dua pandangan yang menjelaskan wewenang
formal (resmi):
1.
Pandangan klasik (classical view)
Wewenang datang dari tingkat paling atas,
kemudian secara bertahap diturunkan ke tingkat yang lebih bawah
2.
Pandangan penerimaan (acceptance
view)
Sudut
pandang wewenang adalah penerima perintah, bukannya pemberi perintah. Pandangan
ini dimulai dengan pengamatan bahwa tidak semua perintah dipatuhi oleh penerima
perintah. Penerima perintah akan menentukan apakah akan menerima perintah atau
tidak.
Dua
Pandangan Wewenang Formal
|
||
Pandangan
Klasik
|
Pandangan Penerimaan
|
|
HUKUM
&
|
PEMBERIAN
PERINTAH
|
|
PROSEDUR
|
||
PERTIMBANGAN
|
||
PEMBERIAN
|
MENERIMA ATAU TIDAK
|
|
PERINTAH
|
||
PERINTAH
DIPATUHI
|
||
MEMAHAMI S MEMAHAMI
PERINTAH SASARAN ORGANISASI
|
||
NILAI-NILAI PRIBADI DAN
|
||
PRIORITAS
|
||
KEMAMPUAN KOMUNIKASI
|
||
KEMAMPUAN PEKERJAAN
|
Menurut
Chester I. Bernard seseorang akan memenuhi perintah apabila dipenuhi empat
kondisi berikut:
Dia dapat memahami komunikasi
Dia percaya bahwa perintah tersebut tidak
bertentangan dengan tujuan organisasi
Perintah tersebut tidak bertentangan dengan
kepentingan secara keseluruhan, dan
Secara fisik dan mental mampu menjalankan
perintah tersebut
1.
2 Struktur Lini:
1.2 ORGANISASI LINI/GARIS (LINE ORGANIZATION)
Organisasi Lini/Garis
diciptakan oleh Henry Fayol, Organisasi lini adalah suatu bentuk organisasi
yang menghubungkan langsung secara vertical antara atasan dengan bawahan, sejak
dari pimpinan tertinggi sampai dengan jabatan-jabatan yang terendah, antara eselon
satu dengan eselon yang lain masing-masing dihubungkan dengan garis wewenang
atau komando. Organisasi ini sering disebut dengan organisasi militer.
Organisasi Lini hanya tepat dipakai dalam organisasi kecil. Contohnya;
Perbengkelan, Kedai Nasi, Warteg, Rukun tetangga.
Ciri-ciri
Organisasi Lini adalah :
1. Hubungan
antara atasan dan bawahan masih bersifat langsung dan memilikiJumlah karyawan
yang sedikit.
2. Pemilik
modal merupakan pemimpin tertinggi
3. Belum
terdapat spesialisasi Masing-masing kepala unit mempunyai wewenang &
tanggung jawab penuh atas segala bidang pekerjaan
4. Struktur
organisasi sederhana dan stabil Organisasi tipe garis ini biasanya diterapkan
kepada organisasi kecil yang disiplin mudah dipelihara (dipertahankan)
contoh
struktur Lini dan Staff:
ORGANISASI
LINI DAN STAF (LINE AND STAFF ORGANIZATION)
Organisasi Garis dan Staf
diciptakan oleh Harrington Emerson. Organisasi Garis dan Staf Merupakan bentuk
organisasi yang mengambil kelebihan-kelebihan dari organisasi garis seperti
adanya pengawasan secara langsung, serta mengambil kelebihan-kelebihan dari
organisasi staf seperti adanya spesialisasi kerja. Organisasi Garis dan Staf
merupakan kombinasi dari organisasi lini dan azas komando dipertahankan tetapi
dalam kelancaran tugas pemimpin dibantu oleh para staff, dimana staff berperan
untuk memberi masukan, bantuan pikiran, saran-saran, dan data informasi yang
dibutuhkan.
Memiliki Ciri-ciri:
1. Hubungan
atasan dan bawahan tidak bersifat langsung
2. Pucuk
pimpinan hanya satu orang dibantu staf
3. Terdapat
2 kelompok wewenang yaitu lini dan staff
4. Jumlah
karyawan banyak Organisasi besar, bersifat komplek Adanya spesialisasi
1.3
Wewenang lini
adalah wewenang dimana atasan melakukannya
atas bawahannya langsung. Yaitu atasan langsung memberi wewenang kepada bawahannya,
wujudnya dalam wewenang perintah dan tercermin sebagai rantai perintah yang
diturunkan ke bawahan melalui tingkatan organisasi.
Wewenang staff
adalah hak yang dipunyai oleh satuan-satuan
staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau
konsultasi kepada personalia ini. Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh orang
yang duduk sebagai taf yaitu dengan menganalisa melalui metode kuisioner,
metode observasi, metode wawancara atau dengan menggabungkan ketiganya.
Baishline mengajukan enam pokok kualifikasi yang harus dipengaruhi oleh seorang
staf, yaitu :
Pengetahuan yang luas
tempat dimana dia bekerja.
Mempunyai sifat kesetiaan
tenaga yang besar, kesehatan yang baik, inisiatif, pertimbangan yang baik dan
kepandaian yang ramah.
Mempunyai semangat kerja
yang baik.
Mempunyai kestabilan
emosi dan tingkah laku yang sopan
Kesederhanaan
Kemauan yang baik dan
optimis
Wewenang
Fungsional
Wewenang fungsional
merupakan tipe ketiga dari struktur yang ditemukan dalam organisasi baik secara
temporer atau permanen. Perbedaan antara struktur line and staff dan fungsional
adalah pada fungsional, staf ahli melaksanakan wewenang langsung atas beberapa
jalur aktivitas departemen. Kadang- kadang wewenag fungsional adalah hasil dari
kebijakan tak tertulis.
Chester
Bamard mengatakan bahwa seseorang bersedia menerima komunikasi yang bersifat
kewenangan bila memenuhi :
1. Memahami komunikasi
tersebut
2. tidak menyimpang dari
tujuan organisasi
3. tidak bertentangan
dengan kepeningan pribadi
4. Mampu secara mental
dan fisik untuk mengikutiny
Agar
wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat ditaati oleh bawahan maka
diperlukan adannya :
Kekuasaan (power) yaitu
kemampuan untuk melakukan hak tersebut, dengan cara mempengaruhi individu,
kelompok, keputusan. Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu:
Kekuasaan posisi
(position power) yang didapat dari wewenang formal, besarnya ini tergantung
pada besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut.
Kekuasaan pribadi
(personal power) berasal dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar
para pengikut mengagumi, respek dan merasa terikat pada pimpinan.
Tanggung jawab dan akuntabilitas tanggung
jawab (responsibility) yaitu kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila
seorang bawahan menerima wewenang dari atasannya. Akuntability yaitu permintaan
pertanggung jawaban atas pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya.
Yang penting untuk diperhatikan bahwa wewenang yang diberikan harus sama dengan
besarnya tanggung jawab yang akan diberikan dan diberikan kebebasan dalam
menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil.
Pengaruh (influence)
yaitu transaksi dimana seseorang dibujuk oleh orang lain untuk melaksanakan
suatu kegiatan sesuai dengan harapan orang yang mempengaruhi. Pengaruh dapat
timbul karena status jabatan, kekuasaan dan menghukum, pemilikan informasi
lengkap juga penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik.
Menurut sumber, wewenang
dibagi menjadi 6 kekuasaan, yaitu :
Kekuasaan balas jasa
(reward power) berupa uang, suaka, perkembangan karier dan sebagainya yang
diberikan untuk melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.
Kekuasaan paksaan
(Coercive power) berasal dari apa yang dirasakan oleh seseorang bahwa hukuman (
dipecat, ditegur, dan sebagainya ) akan diterima bila tidak melakukan perintah,
Kekuasaan sah (legitimate
power) Berkembang dari nilai-nilai intern karena seseorang tersebut telah
diangkat sebagai pemimpinnya.
Kekuasaan pengendalian informasi (control of
information power) berasal dari pengetahuan yang tidak dipercaya orang lain,
ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan.
Kekuasaan panutan
(referent power) didasarkan atas identifikasi orang dengan pimpinan dan
menjadikannya sebagai panutan.
Kekuasaan ahli (expert
power) yaitu keahlian atau ilmu pengetahuan seseorang dalam bidangnya.
1.4 Delegasi wewenang
Pengertian Delegasi
Delegasi adalah perwakilan atau utusan untuk proses perdamaian dan
penunjukan langsung mengirimnya ke salah satu wakil dari kelompok atau lembaga.
Delegasi menurut Hukum Perdata adalah penyerahan oleh yang berutang kepada
orang lain yang wajib memenuhi re sebelumnya berutang.
Delegasi tak meyebabkan pembaharuan utang, kecuali debitur
berutang membebaskan utang obligasi pertama. Sedangkan pengertian hukumkonstitusi Delegasi adalah mentransfer hak, tugas
atau kewajiban oleh badan pemerintah di bawah tingkat tubuh.
Dasar-dasar
Pendelegasian
Delegasi penting dalam struktur baik struktur organisasi dan struktur
pemerintahan, untuk memungkinkan bawahan untuk melakukan pelatihan yang
mewakili lembaga atau institusi. Pentingnya pemimpin konduksi kerjasama dan
anggota, yang mendasari adalah sebagai berikut:
- Hanya pemimpin dapat bekerja sama atau bekerja melalui orang
lain, sehingga itu adalah sesuatu yang hanya dapat diwujudkan melalui
delegasi.
- Melalui delegasi, pemimpin menetapkan tugas, wewenang, hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan tanggung jawab kepada bawahan, bahwa semua
fungsionaris organisasi sesuai dengan kewajibannya.
- Delegasi oleh organisasi kerja dapat bekerja dengan baik tanpa
kehadiran pemimpin atas atau bos langsung.
- Dalam delegasi, pemimpin dari semua tugas dan tanggung jawab yang
dipercayakan dengan menggunakan kredensial yang juga “menuntut” karya
definitif bawahan.
- Dalam delegasi, pemimpin menetapkan tugas, wewenang, hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan tanggung jawab kepada bawahan, agar bawahan
itu benar dan menuntut pelaksanaan program kerja.
Delegasi Wewenang
Delegasi wewenang adalah anak dengan pendelegasian tugas, dan
ketika keduanya telah ada juga harus disertai dengan kehadiran, akuntabilitas.
Otoritas didelegasikan harus memberikan kepada orang yang tepat, baik dari
sudut sudut atau kualifikasi fisik.
Mendelegasikan wewenang kepada seseorang,
harus disertai dengan pemberian motivasi. Yang delegasi resmi kekuasaan harus
membimbing dan mengawasi orang-orang yang menerima pelimpahan wewenang.
Contoh Delegasi
Pemberian kewenangan Kepala Daerah atau
Head to Head dalam melaksanakan pelayanan publik dan untuk membuat produk hukum
dalam bentuk apapun sesuai dengan tujuan negara. Jadi kantor pusat atau bupati
memiliki tanggung jawab untuk pelimpahan wewenang yang memiliki telah diterima
untuk melaksanakan pelayanan publik yang baik dan aturan yang sesuai.
1.5 Sentralisasi vs
Desentralisasi
Istilah dan Pengertian
Sentralisasi :
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan
yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak
digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman
kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya
dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
Dewasa ini, urusan- urusan yang bersifat sentral adalah :
• Luar Negri
• Peradilan
• Hankam
• Moneter dalam arti mencetak uang, menentukan nilai uang, dan
sebagainya.
• Pemerintahan Umum
Istilah dan Pengertian
Desentralisasi
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang
secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya
dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia
Desentralisasi di bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang
dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk
meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang
mendiami wilayah tersebut.
Dengan demikian, prakarsa, wewenang,dan tanggung jawab mengenai
urusan yang diserahkan pusat menjadi tanggung jawab daerah , baik mengenai
politik pelaksanaannya, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segi
pembiayaannya. Perangkat pelaksananya adalah perangkat daerah itu sendiri.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung
jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan
urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada
Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien.
Tujuan dari
desentralisasi adalah :
• mencegah pemusatan keuangan;
• sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk
mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pemerintahan.
• Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada
tingkat local sehingga dapat lebih realistis.
Desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan
utama, yaitu:
• Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen
pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau
pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat
keputusan.
• Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan
manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang
secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.
• Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk
unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian
fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah
bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk
merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan
kepada pemerintah daerah dalam
hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
• Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada
swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan
dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.
Dampak Positif dan
Negatif Sentralisasi
• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem
sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada
sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak
negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan
tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga
terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat.
• Segi Sosial Budaya
Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini,
perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di
persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan
masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki
bangsa Indonesia .
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah
pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara.
Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan
eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika
sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang
mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya
mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.
• Segi Keamanan dan Politik
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini
adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini,
jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan
nasional Indonesia. Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang
ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga,
organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada
organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil
penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus
pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan
keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh
pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara
maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam
diri daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh
pusat. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan
atau kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan
tersebut terhambat.
Dampak Positif dan
Negatif Desentralisasi
• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem
desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber
daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang
dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan
masyarakat akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada majalah Tempo Januari
2003 “Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas
Lokal”.
Tetapi, penerapan sistem ini membukan peluang yang
sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan
praktek KKN. Seperti yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004 (
http://www.tempointeraktif.com ) “ Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi
Daerah”.
“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka
korupsi pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera
Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam
APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua
kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang
menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah
di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD”.
Berikut ini beberapa
modus korupsi di daerah :
1. Korupsi Pengadaan
Barang dengan modus :
a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga
pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang
inventaris dan aset negara (tanah) dengan modus :
a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat,
pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4. Pemotongan uang
bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
dengan modus :
a. Pemotongan dana bantuan sosial.
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif:
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan
dari pemerintah ke pihak luar.
6. Penyelewengan dana
proyek dengan modus :
a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
b. Memotong dana proyek tanpa sepengtahuan orang lain.
7. Proyek fiktif fisik:
Modus : Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik
proyek itu nihil.
8. Manipulasi hasil
penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran dengan modus :
a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
b. Penetapan target penerimaan.
Sumber : The Habibie Center
• Segi Sosial Budaya
Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial
budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini
pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang
dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan
dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu
potensi daerah tersebut.
Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial
budaya adalah masing- masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan
kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung ikut melunturkan
kesatuan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.
• Segi Keamanan dan Politik
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk
mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya
kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri
dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja
yang menyangkut NKRI).
Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik
antar daerah. Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli 2003 ”Mengatur
Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan ”Indonesia memindahkan
kekuasaannya yang luas ke kabupaten-kabupaten dan kota-kota – tingkat kedua
pemerintahan daerah sesudah provinsi – diikuti dengan pemindahan fiskal cukup
banyak dari pusat.
Peraturan yang mendasari desentralisasi juga memperbolehkan
penciptaan kawasan baru dengan cara pemekaran atau penggabungan unit-unit
administratif yang eksis. Prakteknya, proses yang dikenal sebagai pemekaran
tersebut berarti tidak bergabung tetapi merupakan pemecahan secara
administratif dan penciptaan beberapa provinsi baru serta hampir 100 kabupaten
baru.
Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan
meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi
konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi
lokal yang memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal. Namun begitu,
proses desentralisasi juga telah meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen
konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih
dipercaya.”
Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui
desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di
daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan
di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola
daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah
euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat
kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan
pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh
pemerintah di tingkat pusat.
Hakekat Sentralisasi dan Desentralisasi
Dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP No 6/2005 tentang
pemilihan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah membawa
Indonesia pada titik di mana masalah peran pusat dan daerah masuk kembali pada
wacana publik Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan
negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah
ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan
wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan
tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Seperti telah diketahui, pemahaman dan tujuan “baik” semacam itu sudah
dipandang ketinggalan zaman. Saat ini desentralisasi dikaitkan pertanyaan
apakah prosesnya cukup akuntabel untuk menjamin kesejahteraan masyarakat lokal.
Semata birokrasi untuk
pelayanan tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, bahkan sering
merupakan medium untuk melencengkan sumber daya publik.
Kontrol internal lembaga
negara sering tak mampu mencegah berbagai macam pelanggaran yang dilakukan
pejabat negara. Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan
politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi
merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan
oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa
banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia . Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan
diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan
daerah”.
Karena takut dianggap
tidak politically correct, banyak orang enggan membahas peran pusat dan daerah
secara kritis. Kini sudah saatnya proses pembahasan dibuka kembali dengan
mempertimbangkan fakta-fakta secara lebih jujur Sentralisasi dan desentralisasi
tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti.
Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan.Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Kedua, batas antara
pusat dan daerah tidak selalu jelas. Kepentingan di daerah bisa terbelah antara
para elite penyelenggara negara dan masyarakat lokal. Adalah mungkin pemerintah
pusat memainkan peran menguatkan masyarakat lokal dalam menghadapi kesewenangan
kekuasaan. Ketiga, dalam suatu masyarakat yang berubah, tanggung jawab pusat
maupun daerah akan terus berubah pula.
Dalam penyelenggaraan
negara selalu ada aspek dan definisi baru tentang peran pusat dan daerah.
Misalnya, globalisasi akan meningkatkan kembali campur tangan pusat di daerah
di sisi-sisi tertentu. Karena itu, desentralisasi dan sentralisasi dapat
terjadi bersamaan pada aspek-aspek berbeda. Pusat mempunyai kecenderungan untuk
mendorong sentralisasi karena berbagai alasan.
Untuk alasan “negatif” dapat disebut alasan
seperti kontrol sumber daya dan menjadikan daerah sebagai sapi perah. Namun,
ada alasan-alasan yang dapat bersifat “positif”, seperti kestabilan politik dan
ekonomi, menjaga batas kesenjangan agar tidak terlalu buruk, dan mendorong
program secara cepat. Harus diingat, dalam banyak negara, termasuk Indonesia ,
pusat mempunyai sumber daya manajerial, kecakapan lebih banyak dalam
berinteraksi secara global, dan ada pada domain di mana pengaruh etik
pembangunan yang diterima secara internasional. Pemerintah pusat juga berada
pada hot spot proses politik.
Adalah lebih mungkin
terjadi situasi di mana pemerintah di bawah tekanan jika kekuatan masyarakat
sipil bersatu. Bagaimana hal-hal itu dapat menghasilkan sesuatu yang positif
atau negatif tergantung pada situasinya. Pertama yang penting adalah legitimasi
politik pemerintah pusat. Secara sederhana, harus dibedakan antara legitimasi
terhadap para pemimpin di tingkat nasional dan legitimasi terhadap birokrasi.
Pemerintah pusat sering harus mengandalkan birokrasi untuk programnya terhadap
daerah.
Kepopuleran individu selalu tidak bertahan
lama dan dapat segera dirusak oleh ketidakmampuan memperbaiki mutu birokrasi.
Di Indonesia, birokrasi yang sebenarnya memiliki kompetensi dan orientasi
lumayan pada awal reformasi kini mulai dibelokkan kekuatan politik partai dan
kelompok.
Penyelenggara negara di
tingkat pusat terdiri dari beberapa partai politik. Kombinasi antara partai
politik yang hampir seluruhnya punya masalah akuntabilitas dan sistem politik
representasi (oleh partai politik yang dapat dikatakan sama di DPRD) yang tidak
akuntabel di tingkat lokal membuat masyarakat lokal tidak mudah memercayai
“pusat”.
Jika ingin
memperbaikinya, pemerintah pusat harus mampu membuat standar akuntabilitas
sendiri agar mendapat dukungan masyarakat lokal. Indonesia kini mulai mengalami
apatisme terhadap desentralisasi. Situasi ini bisa dimanfaatkan pemerintah
pusat untuk melakukan perubahan di tingkat daerah.
Kasus Argentina dan
Brasil yang bersifat federalis menunjukkan jatuhnya legitimasi para elite
politik lokal memberikan kesempatan kepada elite nasional untuk melakukan
resentralisasi di bidang ekonomi untuk bidang- bidang tertentu. Kedua
pemerintahan banyak menggunakan struktur internal (birokrasi) untuk mengubah
arah, tanpa terlalu banyak berurusan dengan struktur politik yang ada.
Kembali kepada persoalan awal, masalah
sentralisasi dan desentralisasi bukan lagi dipandang sebagai persoalan
penyelenggara negara saja. Pada akhirnya kekuatan suatu bangsa harus diletakkan
pada masyarakatnya. Saat ini di banyak wilayah, politik lokal dikuasai selain
oleh orang-orang partai politik juga kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip
bertentangan dengan pencapaian tujuan kesejahteraan umum.
Kekuatan kelompok pro
pembaruan lemah di banyak daerah dan langsung harus berhadapan dengan
kekuatan-kekuatan politik lokal dengan kepentingan sempit. Pemerintah pusat
seharusnya memperkuat elemen masyarakat untuk berhadapan dengan kekuatan tadi.
Sebagai contoh, KPU daerah diberi wewenang untuk merekomendasikan penghentian
pilkada, bukan melalui gubernur dan DPRD. Namun, sebagai institusi KPU daerah
harus diperkuat secara institusional dan organisatoris. Meskipun pemerintah
pusat mungkin tidak diharapkan untuk ikut mendorong perubahan sistem politik
yang ada sekarang, perbaikan penegakan hukum di daerah-daerah sangat membantu
kekuatan masyarakat pro perubahan.
Birokrasi sekali lagi
adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah. Birokrasi, jika
dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai alat merasionalisasikan
masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah dalam
mendesain pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah daerah sering pada
situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan lokal. Terakhir
yang tidak kalah pentingnya adalah representasi persoalan daerah di tingkat
pusat. Sekarang ini sistem perwakilan daerah yang ada baik di DPR maupun
asosiasi bersifat elitis. Tetap yang berlaku antara hubungan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Persoalan daerah harus ditangani oleh sesuatu badan yang
lebih independen dari kepentingan yang ada di pusat dan daerah. Badan ini
seharusnya mampu membahas apa peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang
paling diperlukan untuk kesejahteraan daerah. Perlu dipikirkan suatu badan yang
otoritatif untuk membuat advokasi, rekomendasi kebijakan, dan pemonitoran yang
mewakili orang-orang kompeten baik unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah,
maupun masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA:
Komentar
Posting Komentar